BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Rabu, 11 April 2007

Gerilya Volume 2


Dari awal sampai akhir...
Pueeeh...jan tenan...!!! Di tengah banyaknya tugas-tugas kuliah yang deadline, tak terasa juga akhirnya kita merampungkan rubrik GERILYA edisi ke-2 ini dengan darah terasa hanya ada di kepala saja. Yang tersisa hanyalah suatu kegembiraan untuk bisa membuat GERILYA tetap exist.

Sebelumnya kita ngucapin selamat Tahun Baru, semoga tahun ini, kita semua dalam keadaan yang tambah ssyyip ae...!!! Tidak lupa kita pengen menyapa temen-temen yang sempet ngebaca GERILYA edisi lalu. Sepurane pren!!! Jika kalian tersinggung dengan tulisan kita. Jangan kapok wah!!! Dan kita pengen berterima kasih ama semua pihak yang telah membantu dalam nongolnya edisi kali ini. Entah itu suatu prolog cacian atau pujian ama kita yang diutarakan temen-temen, ‘cuz kita sendiri pun belum mendapatkan respon secara konkrit dari temen-temen yang melihat, membaca, lalu mungkin hanya menyimpannya di tumpukan koran bekas di bagian tersudut di ruang kos-kosan kalian.

Nggak ada sesuatu yang baru pada eidsi ke-2 ini. Tapi yang jelas, kita hanya pengen mempunyai suatu kegiatan yang pasti selain ngopi dan grudak-gruduk riwa-riwi ke sana kemari buat mengisi hari-hari kosong kita aja. Nggak ada salahnya kita membuat tulisan yang zuper kacau ini. Toh, kalian juga nggak berhak ngelarang kita mau nulis apa!!!

Mungkin juga tampilan lay out yang kita coba untuk sebeda mungkin dengan rubrik yang duluan lahir sebelum GERILYA dibuat. Dan tidak menutup kemungkinan tampilan lay out kita yang akan dilihat sama dalam sekilas, tetapi...yo weslah. Toh, orang yang nggak mau meniru, nggak akan pernah menghasilkan apa-apa!!! Kita cuman pengen menyajikan semua inspirasi dan aspirasi dalam otak kita.

Yang jelas nikmatin aja, baca, lihat, bajak, simpan, dan jual kalo’ udah banyak!!! Atsem i...
Selamat membaca ‘n melihat-lihat halaman ini!
C yaa...


Peloek Tjioem
dari kami

Tim ROCKET



*GERILYA*

Sebuah kata tak harus terucap
Dalam bingkai bibir merahmu
Ketika sindiran menghiasi selalu
Aku tak segan merubah sikapku

Derita yang temanku alami
Engkau bagai petir yang menyambar
disiang hari. Selagi masih ada lintasan
Aku tak takut untuk terus berjalan.

Kini aku hadir kembali
Membawakan kisah-kisah yang penuh
Keresahan, kebencian, dan perasaan hati
Namun aku...
Ga cabul lagi!
Upil ‘04


Realita Cinta
Rudal dan Rocket

Inginku kembali layaknya elang
Merentangkan sayap-sayap yang telah hilang
Ketika hati tak lagi menyatu
Mungkinkah secangkir kopi beserta ramuanmu
Kan menjadi teman setia selalu?

Upil ‘04

Taman Hati

Taman hatiku hancur sudah
Bunga yang dulu bersemi
Kini gugur tak mewangi
Tak lagi memancar keindahan
Kicauan burung tak lagi kudengar
Karna taman hati kan kembali bersemi mewangi
Dan kicauan burung di pagi hari

051205
Nyam-nyam SKATERz



Broken

Cinta yang kubanggakan
Kini tinggal kenangan
Belaian kasih sayang
Tiada lagi menemani
Yang ada hanyalah
Kesepian hati yang mendalam
Goresan luka itu membekas di hati

Nyam-nyam SKATERz



Sementara...!!

Maka aku akan menjawab ini hanya bekas luka
Lalu aku bertanya kepadamu
Apa yang telah begitu membebani pundakmu
Dan seperti yang telah kuduga
Bekas luka juga

Sudahkah kau bertemu dia?
Dia di sana, berdiri tegak menyapa Sang Pagi
Senantiasa menantimu, sendiri...

Ahh...
Tentu saja, aku tahu ini bukan janji
Tapi coba, adakah tawaran yang lebih menggoda?

...sembuh
...hidup
...emas
...hidup!!

Yah...!! suatu hari
untuk sementara.
Lee hay
Biografi Topi, Kursi, dan Koran

Menemui topi, kursi, dan koran yang hilang
bersama daun-daun jalang. Dongeng mulai
Runtuh ditubruk kenangan
Tiba-tiba hutan menjadi garis basah
dengan jejak-jejak hilang di tengah
rambut yang ditumbuhi belukar
Tak kutemu kabar,
Kehadiran puisi tanpa arah!
(2005-2006)
Dody Kriswaluyo



Klejingan

Bingung
Bingung
Bingung
Bingung
tetap duduk diam dan termenung
Bingung
Bingung
Bingung
Lari ke gunung masih tetap bingung
Bingung
Bingung
resahku makin dalam sampai tulang sumsum
menebar harum untuk kau cium

Da’an



Requiem Desember

Melesat di kedalaman halimun
Kabut pecah, menoreh cambukan
Alang-alang di helai rambutmu
Pengetahuanku runtuh.

Bersiadu langgam burung-burung
Penampakan liar menggantag
Seribu skizofernia mencubit lenganku

Tlah kulepas kupu-kupu mengitari
Jazirah wajahmu. Tapi tubuhku bengkarak
Menghisap lenguh sajak. Kegairahan
Hujan menumpuk bayangan kata telanjang

“Ode bunga mekar melukis
keremajaan di matamu”

Desember 2006
Dody Kriswaluyo
Jutulan

Lelehkan jiwa ini dalam sloki
dengan wewangian anggur surga
yang ditawarkan lewat mantra-mantra
Cupu manik astagina

Da’an



Laron-laron Patah

Laron berjingkrak
temani bekakrakan
Sayap mengepak
tak karuan

Terbangi takbir malam
Menari duet: Tuhan dan Laron
Melayang tanpa padam
Merintih dalam obor-obor kehidupan

Dataran penuh sayap
Berantakan merayap

Sayap hancur
Namun tak berserpih
Mereka masih
menemani sambil gugur.

Darjo, 30 Des ‘06
relleT

?...?

Inginku ke hatimu dengan menyusup.
Lagipula aku tetap dalam keraguan yang haru.
Megap-megap hingga mataku tak bernafas.
Insan ini takut jiwamu lenyap.
Eluslah ragaku yang tak peduli raga.

18 des ‘06
relleT


Aku Pulang

Laki-laki...
Di tengah hujan dan malam yang sepi
Tuliskan sajak sedih kerinduan hati
Tentang dia, yang selalu hadir bersama angin
Lalu menghilang bagai asap, menguap, lenyap.

Kutahu, itu semua tak seperti biasa
Kala kutulis irama sumbang mimpi-mimpiku

Karena kau ada...
Selalu saja ada...
Di sana...
Saat kubersama pena dan kertasku
Mencoba goreskan getaran jiwa kecilku

Saat terdiam...hhh...kusadari
Sesaat lagi ‘ku pergi
Mungkin sementara...atau...selamanya...
Entahlah...
Tapi...’ku kan selalu pulang
Empat waktu dalam satu purnama
Dan tanyakan padamu...pada hatimu
Masihkah lukisan itu di dinding jiwamu
Lukisan semu, menyerupai wajahku
Ku kan selalu pulang...aku pulang!

Kota Santri, Akhir Tahun
Madhany

Tuhan Terlambat

Sahabat...harusnya kau di sini, bersamaku
Dan jadikan diri sebagai saksi
Dari kisah langit yang terbelenggu
Oleh buai tangisan si bayi
Bayi itu...
Menempa hari tiada henti
Lalui badai ‘tuk coba menggapai
Harapan hati dan secuil roti
Bayi itu...
Tiada lagi yang coba memeluk
Meski meronta kala terpuruk
Hingga menggelepar...mati...membusuk
Ku memaku, coba bertahan
Di manakah Tuhan?
Yang penuh rasa kasihan
Sedang kini...tiada lagi keadilan

Sahabat...
Jangan dulu kau bertobat
Tunggu saja saat kita hendak sekarat
Karena tak akan lagi kaulihat
Bayi-bayi itu berubah jadi mayat

Peluk saja nyawamu erat-erat
Tuhan dan keadilan, akan datang terlambat.

Kota Santri, Akhir Tahun
Madhany




Cerpen
Sayap-Sayap Pemberontak

Langit masih kemerahan. Matahari belum sepenuhnya menampakkan dirinya. Aku terbang dengan delapan pasang sayap yang melekat ditubuhku. Hangat sinar mentari begitu terasa di sekujur tubuhku, ditambah lagi udara pagi yang menyegarkan. Pagi ini terasa sangat berbeda dengan pagi-pagi yang tlah kulalui. Sayap-sayapku yang agak basah oleh embun semalam juga mulai mengering. Sayap-sayap yang bebas membawaku terbang ke mana mereka suka, karena aku tidak mau membatasi kebebasan sayapku.
Cuaca cerah. Dihadapanku terlihat sekelompok burung yang berkejar-kejaran dan bernyanyi di bawah gerombolan awan putih yang hampir terlihat menutupi birunya langit. Burung-burung itu selalu terbang dengan santai dan membiarkan tubuhnya terontang-anting oleh angin yang bertiup pelan. Aku mencoba mendahuluinya.
“Hei burung, apa kau tidak bisa terbang lebih tinggi dan lebih cepat lagi?”
“Tidak. Aku takut melewati awan yang bergerombol, dan bisa-bisa aku menabrak gunung yang tinggi itu!”
“Atau mungkin sayapmu tidak mungkin melakukannya?”
“Biar saja aku seperti ini, menjalani hidupku dan menikmatinya.”
“Apa kau sadar kalau kau bisa tertangkap oleh pencari burung dan para pemburu yang terus mengintaimu dari bawah? Percuma saja kau jadi burung jika tak kau gunakan sayapmu. Kenapa kau tidak jadi layang-layang saja? Yang selalu pasrah dengan angin yang meniupnya!”
Dengan cepat aku terbang meninggalkan burung yang masih menatapku dengan pandangan mata yang sinis. Sepertinya burung-burung itu sangat marah kepadaku. Aku heran, kenapa burung itu tidak mau terbang secepat aku. Apa mungkin mereka tidak bisa menandingi sayap-sayapku yang kuat dan kompak saat terbang. Padahal dengan begini aku dapat merasakan seberapa kuat sayap-sayapku melawan angin yang bertiup kencang. Tapi mungkin juga burung-burung itu takut bulunya yang indah dan berwarna-warni yang melekat di tubuhnya berantakan dan kusut jika terbang secepat aku. Mereka pasti akan malu dengan rupa aslinya, tanpa bulu bulu yang membuatnya terlihat cantik dan mempesona.
Delapan sayapku membuat aku terbang semakin cepat. Aku melesat secepat kilat di langit yang luas, memecah awan putih yang bergerombol di depanku. Tiba-tiba terdengar teriakan seorang gadis kecil dari bawah.
“Apa yang kau lakukan? Kau tealh merusak awan itu!”
“Memangnya kenapa gadis kecil? Apa awan-awan itu milik nenek moyangmu?”
“Aku sedang menggambar awan-awan itu, dan sekarang kau telah menghancurkan semuanya!” lalu gadis kecil itu menangis.
Aku terdiam dan baru menyadari apa yang telah kulakukan. Sayap-sayapku juga terdiam dan tertunduk haru. Sementara orang-orang mulai berkumpul dan ingin menghakimi aku.
“Dasar gila! Sebenarnya apa maumu?” kata Ibu gadis kecil itu sambil melempari aku dengan batu-batu kecil.
“Dasar aneh! Kau hanya bisa menggangu orang saja,” kata kakaknya.
‘Keterlaluan kau!” sahut temannya dengan penuh emosi.
Dan teriakan orang-orang yang hampir bersamaan kepadaku “atsem i...”
Aku terbang merendah dan menghampiri gadis kecil yang masih memegang pensil di tangannya.
“Aku tidak tahu kalau kau sedang menggambar awan itu. Sudahlah, jangan menangis. Besok pagi kau lihat saja awan-awan di langit dan kau bisa menggambarnya lagi.”
Teriakan orang-orang semakin membuatku jengkel. Orang-orang yang hanya bisa bicara dan hanya bisa mencelaku serta mereka merasa paling waras.
“Bisa tidak kau menghentikan ulahmu yang meresahkan ini?” kata seorang dari mereka.
“Maaf. Kau tidak bisa mengurung kebebasanku. Aku adalah aku dan aku bebas berbuat apa saja! Apa kau iri kepadaku? Apa kau ingin terbang seperti aku?”
Lalu aku terbang lagi dan meninggalkan orang-orang yang hanya
menatapku tanpa senyum dan sepatah kata pun. Tatapan itu seperti tatapan mata burung-burung yang dendam kepadaku pagi tadi. Hari semakin siang. Udara bertambah panas. Sinar matahari juga terasa semakin menyengat kulit. Aku masih terbang berputar-putar di angkasa, melihat burung-burung menyusup di antara pohon-pohon yang rindang dan mencari ranting pohon yang kuat untuk bertengger. Orang-orang berlarian mencari rumah yang megah untuk berteduh. Di jembatan juga banyak orang tidur-tiduran melepas lelah. Tapi seringkali orang-orang itu tertidur sampai esok pagi. Tapi aku senang berada di atas sini, di langit yang luas tanpa batas. Karena panas yang kurasakan ini sama dengan kepanasan di dalam hatiku yang meluap-luap, jadi aku bisa memuntahkan isi hatiku sewaktu-waktu seperti lahar panas yang muntah dari gunung berapi. Mungkin ini yang membuat ucapanku selalu panas didengar.
Matahari semakin condong, cahaya keemasan itu mulai tenggelam di balik bukit. Langit yang biru pun berubah menjadi gelap. Malam datang, tapi tidak bersama pasangannya, sang bulan. Ceceran bintang juga tak terlihat di sini. Di bawah langit yang gelap ini aku masih terbang dan aku bingung menentukan arahku. Semuanya gelap. Tak ada yang bisa kulihat. Sampai akhirnya terdengar kicau burung-burung dan teriakan orang-orang yang sedang menyapa-Nya.
Tak lama, sinar itu muncul lagi dan aku bisa melihat jalan yang akan kulalui. Saat aku mulai terbang lagi, tiba-tiba delapan pasang sayapku terasa aneh. Rasanya sangat berat. Pagi ini aku terbang sangat lambat. Sekelompok burung mendahuluiku denga tersenyum lebar. Mereka pasti senang melihatku seperti ini. Di bawah sana orang-orang juga menatapku dan tertawa kegirangan saat sayap-sayapku mulai lepas dari tubuhku. Aku semakin jatuh meninggalkan sayap-sayapku yang masih melayang-layang tertiup angin. Mungkin sayap-sayapku sudah bosan dengan semua ini.
“Akhirnya kau jatuh juga. Tanpa sayap-sayap yang selalu kau banggakan itu kini kau akan hancur!” kata orang-orang yang bersorak-sorai menyambutku di bawah.
“Ya, aku akan hancur jadi debu yang tidak akan terus hidup, meski hanya dalam cerita dongeng yang kalian ceritakan pada anak dan cucumu kelak.”

Gondez



Cerpen
Wajah Cermin

Gue heran, selama 2 tahun, 2 bulan, 1 hari, kami menjalani persahabatan gak pernah sekalipun terlintas di kepala gue tentang perpecahan ini. Perpecahan yang gak gue inginkan. Tetapi, gak tahu dengan mereka, sohib-sohibku, yang selama ini hidup sekandang dengan gue yang selalu setia menemani gue. Ini dikarenakan mahalnya biaya hidup di Hollywood, sehingga beragam cara pengiritan kami lakukan mulai dari masak sendiri hingga merokok pun kami joinan. Sebenarnya gue sudah bete hidup dengan para anjing yang selalu munafik dan kerapkali menggigit rambut bokong gue.
Awalnya gue berdiri di depan sohib-sohib gue seolah gue adalah Katsumoto yang memimpin pasukan berkuda dalam film The Last Samurai. Tapi itu bukanlah akhir, itu hanya sebuah permulaan.

Ini realita!!!

* * *

Siang. Gosok gigi. Mandi. Sekolah. Sekolah kok siang? Tanya kenapa??? Oh ya, gue kan skul di Old School Hollywood, so, bisa masuk seenak udel gue. Tak jarang pelatih, pengajar, petinggi, pejabat, atau tetek bengek yang lain gue sanggah, lawan, atau pun membentaknya. Negara liberal demokratis men! Be yourself! Elo-elo bakal rugi kalo gak kayak gue. Namun, sohib-sohib gue gak ada yang meniru tingkah kayak gitu. Rruugi... Tapi gue gak maksa. Skul hari ini cukup boring dan bete abis! Tahu gak sech, mata teori menangkap piringan malah diceramahi tentang tips mencari perlindungan. Akhirnya selama skul gue enak tiduran dan tertidur di atas bangku marmer mewah skul gue.
Pagi terik memancar. Skul gue lancar, skul kemarin maksudnya. Seperti biasa, gue berangkat nelat hari ini. Dan hari-hari berikutnya. Sebagian mata di skul memandang gue buas dan liar. Sebagian mata memandang gue pemberani. Sebagian mata lagi memandang gue berprestasi. Sebagian mata yang lain memandang gue pemimpin. Padahal sebenarnya gue itu rokok makan gratis.
Istirahat memanggil. Mata teori selesai. Tetapi gue tetap tergeletak di atas bangku. Salah satu sohib gue menegurku untuk bangun. Padahal gue udah terbangun. Ketika aku keluar kotak, para sohibku udah hilang ditelan mendung siang. Hhh...ya weslah... Restoran skul gue tuju. Uhh, rame banget! Makin banyak makhluk-makhluk aneh yang mendaftar di skul ini. Kelihatannya makhluk kaya naik rating, berbeda dengan makhluk miskin yang dulu selalu menjadi top of the month. Setelah gue masuk restoran dan melihat sekeliling, tak kutemui batang hidung sohib-sohibku. Ujung-ujungnya, gue lunch dengan boneka gue yang selalu setia menemani di mana gue berada dan kapan pun. Ia bertanya ke mana para sohibku, gue jawab aja gue gak tahu ‘n ora ngurus.
Ora ngurus. Akhir-akhir ini, anjing-anjing lalu lalang acuh tak acuh bagai dua mawar yang pengen datang ke KUA untuk menyelesaikan urusan mereka.

* * *

Saat anjing-anjing itu bermain dan berlarian, meninggalkanku di belakang, di dataran tandus, diselimuti kedinginan yang hanya ditemani rembulan merah, aku bergelut.
“Mungkinkah gue akan mengejarnya?”
“Ya! Iya! Gue akan mengejar anjing-anjing itu!”
“Lalu buat apa gue mengejarnya?”
“Buat mengetahui kenapa mereka kabur!”
“Nggak! Gue nggak akan mengejar mereka, karena gue emang nggak ngerasa kehilangan mereka!”
Dataran tandus menghembus debu. Cermin terpaku di depan gue yang bermandikan keringat. Gue tetap bercermin dengan pandangan jauh menembus ragaku. Cermin itu bergeming tak menunjukkan keistimewaannya. Nggak gue lihat apa yang gue cari dalam cermin itu. cermin yang memantulkan benda-benda dan suasana dengan jelas, namun bayangan gue absurd. Body gue nggak berbentuk. Samar.

Cermin...
Cermin...
Cermin...
Cermin...
Cermin...

Alis gue mengernyit dan mata gue masih mengejar-ngejar pikiran yang kencang melayang jauh. Akh, boring gue, bercermin melulu. Heran. Sedih. Menyenangkan. Bangga.
Gue melemparkan cermin itu ke sudut kandang hingga hancur berkeping lalu menjadi serpih yang tak lagi memantulkan bayangan gue. Termenung menatap langit-langit kandang ditemani detak waktu yang berkejaran lambat. Gue nggak tahu sampai kapan dataran itu akan menghijau lagi, dengan anjing-anjing yang berlarian dan bermain di sana. Gue akan menunggu bersama penderitaan yang terdalam yang selama ini menindih gue terus menerus.
Sesaat gue mendengar kilatan suara lirih yang tak asing buat kuping gue. Keras. Dan semakin keras, semakin memekakkan kuping gue.
“Aku cari ke mana-mana, di situkah rupanya engkau.”
“Gue emang nggak ke mana-mana. Dan nggak pernah akan ke mana-mana. Gue tetap di sini. Gue tetap pada watak gue.”

01.06
Kamar Kulon
Trio Nglejing




Lirik Lagu
By: Rage Against Tha Machine

FREEDOM

Solo, I’m a soloist on a solo list
All live, never on floopy disk
Inks, inks, bottle of ink
Paintings of rebellion
Drawn up by the thoughts I think

It’set up like a deck of cards
They’re sending us to early graves
For all the diamonds
They’ll use a pair of clubs to beat the spades
With poetry I paint the picture that hit
More like the mural that fit
Don’t turn away
Get in front of it

Chorus:
Brotha did ya forget ya name
Did ya lose it on the wall
Playin’ tic-tac-toe

Yo, check the diagonal
Three brothers gone
Come on

Doesn’t that make it three in a row
YOUR ANGER IS A GIFT

Chorus:
Sista did ya forget ya name
Did ya lose it on the wall
Playin’ tic-tac-toe

Yo, check the diagonal
Three brothers gone
Come on
Doesn’t that make it three in a row
YOUR ANGER IS A GIFT

Yo, check the diagonal
Three million gone
Come on
‘Cause ya know they’re counting backwards to zero

Environment
The environment exceeding on the level
Of our unconsciousness
For example
What does the billboard say
Come and play, come and play
Forget about the movement
YOUR ANGER IS A GIFT

FREEDOM, FREEDOM, yea right!





MASIH BELUM CUKUPKAH SAKUMU??? HAI, ENGKAU YANG SENANTIASA MENGERUK UANG SEBANYAK-BANYAKNYA DI SETIAP TAHUN AJARAN BARU TANPA MEMIKIRKAN BAGAIMANA CARA MENDIDIK YANG BAIK. PIKIRKANLAH MEREKA YANG TERTINGGAL, PIKIRKANLAH MEREKA YANG TIDAK MAMPU, PIKIRKANLAH MEREKA YANG “DROP OUT”. JANGAN HANYA MEMIKIRKAN PERUTMU SENDIRI!!! APA INDONESIA HANYA MILIK ORANG-ORANG KAYA??? PIKIRKANLAH!!!

PUNYA KARYA INDEPENDENT???
AYO IKUT “BERJUANG” DALAM GERILYA!!!

0 komentar: