BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Rabu, 29 Oktober 2008

OPENING 9 "Mana Tahan!!!???"

*Mana mana tahan
Mana mana tahan
Lihat jaman sekarang
Pemuda pemudi berani pacaran di
tengah jalan...
Ya mana tahan rek, sakjane pengen mbahas
akeh pergerakan pemuda + pemudi jaman
sekarang, tapi ga setuju!!! Namanya saja GERILYA,
meski maksudnya begitu tapi mbok ya jangan
begitu -lah.
Asline lho, kita yo wes ngerti kan kalo pemuda
+ pemudi = Garda depan perjuangan bangsa Indonesia,
sejak dulu.
Tapi kalo liat pemuda pemudi jaman sekarang,
terutama di kampus kita tersayang ini...
Mana tahaaaaaaan!!!
Yo fenomena iki lho, yang membuat GERILYA
kembali muncul (lagiii). Dalam edisi ini kali
kita mencoba-lah memberi arti untuk 28 Oktober.
Tapi ya gitu, kita ga bisa muluk-muluk rek,
sing penting gimana respon kita agar tanggal
dan bulan bersejarah itu tidak hanya berlalu
begitu saja.
Yo wes- lah rek...kudhu tak tangiiiiiiiisii
ae...
* OST Mana Tahan,
Warkop DKI




Ironis Memang...

"Sejarah saya kira bukan hanya untuk dikenang. Akan lebih indah lagi kalau sejarah itu dapat dikaji, dipelajari, dan dijadikan bahan pencerahan untuk
membangun hari esok yang menjanjikan (D. Zawawi Imron, JP)."

Mengingat bulan ini bangsa kita memiliki sebuah tanggal bersejarah maka
tidak salah jika kami mencoba sedikit memberi arti, meskipun berupa oretoretan
kecil karena BANGSA yang besar adalah BANGSA yang memahami sejarahnya
sendiri. Sebagai bahan pencerahan untuk membangun hari esok yang lebih
baik, seperti yang dikatakan Zawawi Imron di atas. 80 tahun silam pada
tanggal itu, kaum pemuda se-Nusantara memiliki gawe besar. Ya, betul.
Kongres Pemuda II. Kongres ini menghasilkan 3 sumpah janji setia untuk
menyatukan visi dan misi kaum pemuda terpelajar saat itu, pasti kita ingat
di luar kepala tiga janji tersebut ???!!! Para pemuda dari berbagai pelosok
Nusantara melepas primordial kesukuan. Mereka menyatukan rasa dan hasrat
untuk satu bangsa, satu bahasa, dan satu Tanah Air. Kesamaan riwayat dan
kesamaan kehendak telah menyatukan anak muda dalam ikrar Sumpah Pemuda
pada 28 Oktober 1928. Ikrar itu pun menjadi mantra mujarab yang mampu
mengantarkan bangsa ini meraih kemerdekaan.
Sadar atau tidak, peran pemuda (terpelajar)sangat menonjol pada
masa itu, serta dalam perkembangan berdirinya Negara Indonesia sampai detik
ini. Kaum terpelajar pun dianggap
pengawal serta agen perubahan, baik
itu budaya, politik, sosial
dalam suatu Negara.
Tidak bisa dipungkiri bagaimana peran pemuda, sebelum dan saat pembacaan
teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada saat 17 Agustus ’45, setelah
adanya Sumpah Pemuda tahun 1928. Kemudian aksi demonstrasi Soe Hok GIE dkk
menjatuhkan rezim Orde Lama dengan paham demokrasi terpimpinnya tahun
1966, yang akhirnya melahirkan rezim Orde Baru. Berkat jasa para aktivis
mahasiswa, beberapa dari mereka diangkat menjadi anggota parlemen.
Di tahun 1998, saat krisis ekonomi melanda wilayah Asia Tenggara, termasuk
Negara Indonesia. Mahasiswa menemukan momentumnya untuk bergerak, yang
pada tanggal 21 Mei 1998 mencapai puncaknya dengan jatuhnya pemerintahan
Orde Baru, yang biasa disebut era reformasi.
Prestasi-prestasi pemuda dan kaum terpelajar di atas sangat bertolak
belakang dengan ‘prestasi’ pemuda-pemudi saat ini. Yang terhangat atau
baru-baru ini diekspos oleh media massa adalah tawuran mahasiswa antar-
Universitas. UKI (Universitas Kristen Indonesia) Vs YAI (Yayasan Akutansi
Indonesia) dan UKI Vs UBK di Jakarta pusat. Tawuran tidak hanya terjadi
antar-Universitas. Di Universitas Negeri Padang (UNP), malahan terjadi
tawuran antar-Fakultas (tambah syiiipp ae), pancen tembelek sendhen.
Ironis memang peristiwa tersebut terjadi menjelang peringatan hari Sumpah
Pemuda, yang semestinya dijadikan momentum dan bahan renungan arti Sumpah
Pemuda sebenarnya, untuk menghasilkan ide-ide kreatif bagi kemajuan bangsa.
Tragisnya, ikrar Sumpah Pemuda itu kini sudah sayup-sayup terdengar dihempas
gelombang selera generasi baru yang gemar hura-hura. Generasi baru yang
mulai mengidap penyakit amnesia sejarah, penyakit lupa riwayat. Generasi
instant yang membunuh proses demi menggapai hasil dan tidak mampu berkarya
yang bisa dikenang sepanjang perjalanan detak jarum detik. Saat bangsa ini
sedang terancam disintegrasi, perlu kita kaji kembali arti pemikiran yang
disampaikan dalam Sumpah Pemuda tahun 1928.
Yowes,
Emboh lahhh….
Bangkit Pemudi Pemuda Indonesia!!!
Bangkit Indonesia!
Jayalah Unesa…
Amiiin.
* GERILYA



Thanatos Syndrom

Hariku semakin kelam tak ada lagi yang dapat aku lakukan selain merenungi
setiap kejadian, hati pikiran dan perasaan mati senyap dalam gelap. Mungkin
si lentera putih mulai lupa dengan apa yang hendak ia perbuat kala itu
untukku, ia yang menghidupkanku dari ancaman kematian yang siap
menertawakanku. Sekarang malam tanpa hujan tinggal puing-puing yang roboh
oleh amarah dendam yang mulai bangkit lagi dari kuburnya. Wangi itu mencuat
dan menyengat di sela-sela hidungku, “aku bisa ngerti apa yang hendak kau
pikirkan dan aku siap membantu semua keluh kesahmu tanpa pamrih apapun aku
ikhlas karena aku menyanyangimu seperti engkau menyanyangi diriku sendiri.
Maaf malam yang larut aku tak sanggup menghias bias putih yang sedang kau
bangkitkan dari tidurmu.
Lembut kecap tanpa melekat di setiap tindak tanduk alami yang aku lakukan
setiap takdir kuratapi dengan menyadarkan diri kalau memang dialah yang
menggegam nasibku. Si bising pagi meneriakkan keangkuhannya membuat tidurku
semakin tak tenang, walau dari awal yang tidur hanyalah hati dan perasaan
yang mati dan telah kau tinggalkan karena anggapan mu akulah yang tak
pernah mengerti apa yang seharusnya aku lakukan disaat seperti ini. Mati
selalau membayangi setiap nafasku , ingin kukatakan “aku ingin tau apa
yang kau perbuat dengan takdirku dan apa yang telah engkau rencanakan
dengan engkau mempersatukanku dengannya”. Semua gelap dan aku mulai menguap,
lelah rasanya diburu hidup mungkin terdengar aneh dan sangat membingungkan
seharusnya hidup yang kuburu tapi kenapa aku yang diburu hidup. Suasana
itu muncul lagi di hadapkan ku dengan rasa yang sangat merindu entah aura
atau bisikan nya mulai kudengar perlahan-perlahan membayang dan mulai
membusuk dari ingatanku aku rindu saat itu aku ingin kembali disitu dan tak
ingin kembali lagi agar sedih, bersalah , amarah dan segala penatku tak
hinggap lagi diantara sisi telingaku. Akhirnya kulahirkan juga sebuah
bunyi dari dalam perutku yang mengembung selama sehari dan ini mungkin
yang terakhir akan kukeluarkan, sebagai tanda kesedihan. Selamat malam
bagi malam yang tak pernah pagi setelah siang, semoga awan menjadi mendung
diatara hujan.
Tubuhku lelah dengan segala yang terjadi namun rintihan pagi mulai menanti
dan perlahan aku semakin takut untuk menatap si bunga tak berwarna. Ingin
kukatakan sekali lagi, jadilah aku agar kau tau aku dan jadilah dirimu agar
kau mengerti betapa keras hati serta keinginan kita. Apa yang aku pertahankan
tak jauh beda dengan apa yang kau tanyakan kala itu. Aku tak sama dengan
siapapun bahkan orang manapun kau harus tau itu.

*Ada tanpa nama



Burung Dongeng

oh, burung malam berhentilah sejenak
nyanyikanlah kidung angin, seperti
ibu
saban malam mendongeng kancil
belajar mencuri timun yang diam-diam
disembunyikan
abah kusni di lumbung beludru
menyanyilah, menyanyilah burung malam
agar
kutahu kunang-kunang masih berdandan
pada elok paras bulan bertelanjang
dada
dan
kupu-kupu belajar menari,
menangkap bunyi selendang ibu
terkubur di gemerisik daun bambu
oh, burung malam berhentilah sejenak
antarkan aku sebuah tembang yang tak
luntur
menggilas benang gelasan dalam
layang, seperti ibu
saban pagi menjerang timba mengisi
kendi berlumut gelugu
dan
kupu-kupu belajar mencuri,
pagi
yang tertidur berselimut lembu
terdampar di senyum ibu
Desember 2007




Kamis Malam

bangunlah, yang selalu berkemul.
Ini gunung berguncang-guncang dan
pasir-pasir putih beterbangan
menyumbat kerongkongan menjadi anakanak
beruban menanti cerita usangmu
yang selalu kau pungut di bandar
gebang.

bangunlah, yang selalu mengepul.
Telinga-telinga tikus sibuk meronda
kucing-kucing rumah yang asik
bermain dadu menggoreng wajah labu
menjadi kupu-kupu enggan menari
gambyong teringat kunang-kunang tak
lagi punya lampu.

bangunlah, yang selalu mendengkur.
Ini radio mencuri warta langit, ada
bayi tak mau menangis dipeluk ibunya
karena tetek ibu tak lagi asin
seperti dulu yang selalu kau sepuh
mengemas menggelontong lontong
bertubuh batu.
: ini malam, butuh apimu
Desember 2007

*Yus Arha




‘LIBURAN’ SETELAH LEBARAN.
SEBUAH BUDAYA ATAU KEBIASAAN SEMATA...?

Saya terkejut ketika melihat
berita di televisi yang memberi
peringatan keras terhadap para oknum
pegawai negeri yang bolos kerja di
saat setelah lebaran. saya berpikir,
kenapa peringatan itu mesti ada.
Apakah secara otomatis mereka belum
tersadar akan kewajiban sendiri
sebagai pegawai negeri.
Bolos atau membolos identik dengan
siswa di sekolahan, mahasiswa di
kampus maupun seorang karyawan atau
pegawai di lembaga atau instansi
tempat ia bekerja. Suatu hal yang
sudah menjadi biasa dan wajar di
mata kita. anak SD pun mampu untuk
menyusun satu baris kalimat dengan
kata kunci ‘bolos’. apalagi kita
sebagai civitas Perguruan Tinggi
(PT), paling tidak belasan kalimat
yang berbeda dengan sisipan kata
‘bolos’ pada susunan kalimat yang
kita buat atau bahkan dalam bentuk
paragraf juga dipastikan mampu.
Jika didefinisikan secara
sederhana ‘bolos’ ialah…yawislah
ngerti dewe kan maksute. Seluruh
dunia akademik ataupun non-akademik
pastilah mengerti pula. Bolos
merupakan suatu tindakan dan
perbuatan yang salah, namun menjadi
sesuatu yang dianggap biasa serta
membudidaya.
Begitupun di dunia kampus. ketika
pihak kampus memberi keputusan bahwa
setelah libur lebaran diharap segera
masuk kuliah. Ini saya kira sudah
klise, bahkan sangat klise sehingga
pengumuman ini dicantumkan di
dinding-dinding kampus agar para
mahasiswa dapat melihat pengumuman
itu dengan jelas. namun, nyatanya
ketika saya benar-benar mematuhi
aturan tersebut, tidak secuil pun oknum
kampus yang hadir tepat waktu. yang
saya temui paling awal adalah tukang
parkir kampus. kok begitu ya…? ya,
emang begitu nyatanya. lha wong adanya
juga begitu. tapi, mbok ya jangan
begitu, kasihan yang nggak begitu.
kesadaran sosial kita saya rasa kurang
terdidik dengan benar. kepincangan
tersebut sebenarnya bisa teratasi
secara mandiri dan harus ada kebiasaan
individual yang tertanam sejak dini.
memang setiap individu tidak sama.
namun, jika kita kolektif untuk
membangun diri kita agar terbiasa untuk
bersikap disiplin itu perlu.
“Kalau menurut pembaca opini mini
ini, gimana?”
Kita tinggalkan dunia sekolah dan
dunia kerja, di sini kita bicara saja
tentang dunia kampus. Di musim liburan
semester atau libur Lebaran yang baru
saja berlalu. bagaimana aktivitas saat
masa libur habis, faktanya suasana
kampus tetap lengang sama saat
aktivitas kampus libur. Di sini kita
bicara tentang kampus kita tercinta
Unesa Lidah Wetan. Kegiatan pada hari
pertama perkuliahan setelah libur
lebaran, Oktober 2008. Berbicara
tentang fakta yang ada, seharusnya
seluruh ruangan baik lantai I, II,
dan III terisi oleh mahasiswa yang
mengikuti perkuliahan dengan masingmasing
dosen mata kuliahnya. Tampak
satu ruang di lantai II di salah satu
jurusan di fakultas FBS yang tampak
ada aktivitas perkuliahan. Jelas tidak
perlu menyebutkan siapa dosen,
mahasiswa jurusan apa, dan angkatan
berapa, karena itu bukan sebuah pertanyaan yang perlu untuk kita jawab.
Sedang di sudut ruang yang lain maupun di luar gedung tampak beberapa
mahasiswa yang sedang ngobrol, ada yang lagi jabat tangan karena masih
dalam suasana Lebaran mungkin, yang jelas inilah fakta yang ingin kami
ungkap.
Padahal, keputusan dari kampus mengenai masa aktif perkuliahan melalui
masing-masing ketua jurusan telah disampaikan kepada mahasiswa. Contoh
jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ada selembar pengumuman yang diketik
dengan ukuran font 14 lengkap dengan tanda tangan ketua jurusan dan setempel,
ditempel di papan pengumuman. Dan sepertinya itu hanya menjadi sebuah
pamphlet belaka.
Mari kita renungkan masalah sederhana ini yang entah telah menjadi
sebuah budaya atau kebiasaan semata. Semoga tulisan singkat ini dapat
menjadikan kita untuk lebih bijak ke depannya. Dan jangan sampai ada
tulisan-tulisan sejenis ini muncul dan menjadi sebuah wacana di lingkungan
kampus kita ini.
* Paijeko
SRN’05



...

kamu merdu berpadu: menyelinap
raga tembus jiwaku
membahana cakrawala menjelang
binasa
inikah arti cinta: kemelut birahi
songsong nurani
terseok-seok cabut nurani kembali
pergi: esok berdiri
menantang sepi, menjalar emosi
terpendam cinta pada sang
hawa: marahlah
padaku: bumi getarkan tajinya:
sambut marah
sang duka
hari ini kubangan belati temani
berlari: lewati terik hari
tanpa mentari
malaikat cinta tebarkan aroma
surgawi, menepi di tepi kali
munajatlah wahai derita cinta
bukan tuhanmu mati: sembunyikah
sehingga rasa jiwa
tak lagi menggelepar
duduk merenung sang sombong:inikah
alih posisi
begini
keremangan jelaga temani indahnya
karunia
lagak pahlawan kesiangan mencapai
puncak asmara
orgasme keriangan mencapai klimaks
terseok-seok
gelepar
sambil pekikkan merdeka
sampai mati, mungkinkah mati merdeka
berjuang sampai mati daripada
merdeka
sama saja



Keluh

meracau
mengeluh sepanjang siang
sang sombong
beringas mengganas
perlukah teduh menemani
awan badai
tembus nurani
jelaga menggunung
pekat
gerombol kelud menebas balas
gerilya dapat suaka
mencari mimpi dini hari
tengah hari mengapai-gapai
di tepi kali
buah cinta hanyut
sepi…
menanti ajal hampiri
ajakan birahi
menjadi-jadi
esok nanti bumi mati
napas tergopoh
selami lagi
lusa tuhan datang
bersama alibinya
merasa darah memekat
melayar ke pelupuk sukma
kemarin iblis menangis di kakiku
menderu
kau hitamkan awan
dari pucuk cakrawala
malaikat menyungging
saksikan cinta merana
sepi
kembali

*isn isn_26@yahoo.doc
SRN’05







Cita-citaku

Cita-citaku ingin menjadi polwan
mana mungkin aku hanya lelaki
Cita-citaku ingin jadi Bu Ahmad
mana mungkin aku hanya lelaki
Oh Ibu jangan paksa aku
aku tak sudi jadi Bapak Ahmad
sedih,
hatiku sedih
terlahir sbagai seorang lelaki
Oh Tuhan tolong hambamu
terlahir sbagai seorang lelaki
Oh Ibu jangan paksa aku
Cita-citaku ingin menjadi tomboy
mana mungkin aku hanya lelaki
Cita-citaku ingin jadi lesbian
mana mungkin aku hanya lelaki
Oh Ibu jangan paksa aku
aku tak sudi menjadi homoseks
sedih,
hatiku sedih
terlahir sbagai seorang lelaki
Oh Tuhan tolong hambamu
terlahir sbagai seorang lelaki
Oh Ibu jangan paksa aku ini bukan jaman Siti Nurbaya
Lagi...
*The Panas Dalam

“mumpung masih muda, kita wajib bermimpi dan menggantungkan citacita,
tapi kalo gak kesampaian jangan terburu putus asa...
jangan-jangan ada yang gak beres dengan yang kamu cita-citakan
kayak lirik lagu di atas...”



Dyampot

Jika malam ini mulai retak
Akan kubinasakan kelabu di baitmu
Lalu siapa tau warna kelabu hatiku
Jika si pembalang tua mulai renta
Sayuh payuh kau lempar di buihnya
Terhapus ombak oleh warna
Aku hilang di lautan tak bertuan
Mencari jalan yang telah hilang
Aku bukan diriku yang pernah ku tau
Atau dirimu yang mengenaliku
oleh: eM-Je



PUNYA UNEG UNEG-UNEG?
karya?
opo aelah!
Tulis!! dalam bentuk apapun
bebas, Sak’enake atimu...
Coz daripada nganggur, enak gak nganggur...
Silakan kunjungi kami di :
www.gerilya8.blogspot.com




“Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan
saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang,
karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru.
Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru,
maka kemajuan sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan
dari kamus umat manusia.”
(Pramoedya Ananta Toer, Rumah Kaca, hal 325)